1. Kondisi Koperasi
di Indonesia (dengan sistem Pancasila)
Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar
utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar
ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai
dengan kapasitasnya. Dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut
sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang
"jalannya paling terseok" dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah sesuai kedudukannya
yang istimewa yaitu sebagai soko guru perekonomian. Ide dasar pembentukan
koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang
menyebutkan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan". Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa
bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi.
Tafsiran itu sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Kata azas kekeluargaan
ini, walau bisa diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab azas
pelaksanaan usaha koperasi adalah juga kekeluargaan.
Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM,
sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia
tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak
26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember
1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif
per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14%). Hingga tahun 2004 tercatat
130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat
tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada
138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit
dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.
Gagasan tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak
akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi
kemiskinan di kalangan pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya
hingga akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa
pengembangan koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih
karena dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah, bukan
sepenuhnya inisiatif swasta seperti di negara maju; walaupun di banyak daerah
di Indonesia koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat.
Sejak diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20,
dan dalam perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna
ganda yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan
usaha dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian
yang pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa
bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV,
Firma, NV. Menurutnya, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya
diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian
inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar
dapat memperkuat eksistensi koperasi primer.
Contohnya adalah dibentuknya PUSKUD (Pusat Koperasi Unit
Desa) dan INKUD (Induk Koperasi Unit Desa). Sedangkan dalam konteks makna kedua
tersebut, usaha yang dilakukan koperasi disusun berdasarkan atas azas
kebersamaan. Karena kebersamaannya ini, bentuk kepemilikan properti pada
koperasi yang "konservatif" sering tidak diwujudkan dalam bentuk
kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik wajib maupun pokok dan sukarela,
iuran, sumbangan dan bentuk lainnya. Konsekuensi dari bentuk kepemilikan
seperti itu adalah sebutan kepemilikannya bukan sebagai pemegang saham
melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya, koperasi sering dijadikan alat untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan para anggotanya atau untuk kesejahteraan
anggota.
2. Pembangunan
dan Pengembangan Kopersi di Thailand
Sejarah
perkembangan Koperasi di Thailand :
·
Pembentukan depertemen pada tahun
1915, mengawali kelahiran koperasi pertama di Thailand
·
.Departemen promosi
koperasi di Thailand memiliki visi untuk memprmosikan dan mengembangkan kelompok promosi & kelompok
petani menuju ketahanan & kemandirian.
·
Departemen koperasi
memberikan bimbingan dari sisi administrasi, kelembagaan, dan efisiensi dari
kelompok petani tersebut.
PENGEMBANGAN KOPERASI DI NEGARA BERKEMBANG
1. Kendala yang
dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di Negara berkembangadalah
sebagai berikut :
a) Sering koperasi,
hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan
demokratis dari rakyat kecil (kelas bawah) seperti petani, pengrajin, pedagang
dan pekerja/buruh
b) Disamping itu ada
berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai
keberhasilan dan kegagalan seta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan
ekonomi social di negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan
alas an yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas
organisasi-organisasi swadaya koperasi.
c) Kriteria ( tolok
ukur) yang dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan
anggota, dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan
koperasi, modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya,
telah dan masih sering digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.
2. Konsepsi mengenai
sponsor pemerintah dalam perkembangan koperasi yang otonom dalam bentuk model
tiga tahap.
a) Tahap pertama :
Offisialisasi
Mendukung perintisan pembentukan
Organisasi Koperasi.
Tujuan utama selama tahap ini adalah
merintis pembentukan koperasi dari perusahaan koperasi, menurut ukuran,
struktur dan kemampuan manajemennya,cukup mampu melayani kepentingan para
anggotanya secara efisien dengan menawarkan barang dan jasa yang sesuai dengan
tujuan dan kebutuhannya dengan harapan agar dalam jangka panjang mampu dipenuhi
sendiri oleh organisasi koperasi yang otonom.
Terdapat 2 jenis kebijakan dan program
yang berkaitan dengan pengkoperasian yaitu :
I. Kebijakan dan
program pendukung yang diarahkan pada perintisan dan pembentukan organisasi
koperasi, kebijakan dan program ini dapat dibedakan pula, atas kebijakan dan
program khusus misalnya untuk :
- Membangkitkan
motivasi, mendidik dan melatih para anggota dan para anggota pengurus kelompok
koperasi.
- Membentuk
perusahaan koperasi ( termasuk latihan bagi para manager dan karyawan)
- Menciptakan
struktur organisasi koperasi primer yang memadai ( termasuk sistem kontribusi
dan insentif, serta pengaturan distribusi potensi yang tersedia) dan,
- Membangun sistem
keterpaduan antar lembaga koperasi sekunder dan tersier yang memadai.
II.
b) Tahap kedua : De
Offisialisasi
Melepaskan koperasi dari
ketergantungannya pada sponsor dan pengawasan teknis, Manajemen dan keuangan
secara langsung dari organisasi yand dikendalikan oleh Negara.
Tujuan utama dari tahap ini adalah
mendukung perkembangan sendiri koperasi ketingkat kemandirian dan otonomi
.artinya, bantuan, bimbingan dan pengawasan atau pengendalian langsung harus
dikurangi.
Kelemahan-kelemahan dalam penerapan
kebijakan dan program yang mensponsori pengembangan koperasi.
1) Untuk
membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi desa,
ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi
bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui
pemberian bantuan pemerintah.
2) Selama proses
pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan
kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang
mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat
pertimbangan yang cukup.
3) Karena alas
an-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada
pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan
latihan para naggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama
mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas
dasar keikutsertaan anggota koperasi.
4) Koperasi telah
dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para
anggotanya (misalnya kredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan
bersifat melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan
(misalnya penyuluhan)
5) Koperasi telah
diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun
perusahaan koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi
keberhasilan pelaksanaan tugas dan program itu
6) Tujuan dan
kegiatan perusahaan koperasi (yang secara administratif dipengaruhi oleh
instansi dan pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan
bertentangan dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan
tujuan-tujuan yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok
anggota.
Sumber :
www.kompasiana.com/vlad/koperasi-di-berbagai-negara_5518130ca333117d07b662c6http://gustinarosita.blogspot.co.id/