Minggu, 24 Juli 2016

Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat



Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang professional.

Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha ( pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “ praktek monopoli ” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat ( 2 ) Undang-Undang Anti Monopoli. Karena hanya terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi dan tidak terdapat subtitusi sempurna untuk komoditi itu maka untuk masuk kedalam industri itu sangat sulit atau tidak mungkin. Kita bisa mendapatkan pasar monopoli sempurna jika kita mengasumsikan bahwa suatu perusahaan monopoli yang mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai harga dan biaya sekarang bahkan biaya dan harga dikemudian hari. Namun, perusahaan monopoli murni tidak mempunyai kekuasaan pasar yang tidak terbatas, karena adanya tuntutan pemerintah dan ancaman persaingan yang potensial, hal inilah yang menjadi penghambat kekuasaan pasar monopoli itu.Kita dapat mengetahui bagimana kondisi yang memungkinkan timbulnya monopoli.

Peraturan monopoli dengan pengendalian harga yaitu dengan menetapkan harga maksimum pada tingkat dimana kurva SMC memotong kurva D, pemerintah dapat mendorong perusahaan monopoli itu untuk meningkatkan output sampai tingkat yang harus diproduksi industri jika diatur menurut batas persaingan sempurna. Peraturan ini juga mengurangi keuntungan perlu monopoli itu.Peraturan lump-sum yaitu dengan membebankan pajak lump-sum ( seperti pajak izin usaha ataupun pajak keuntungan ), pemerintah dapat mengurangi atu bahkan menghilangkan keuntungan perusahaan monopoli tanpa mengurangi harga komoditi atau output. Peraturan monopoli dengan pajak per-unit yaitu pemerintah mengurangi keuntungan monopoli dengan membebankan pajak per-unit. Akan tetapi dalam kasus ini perusahaan monopoli dapat mengalihkan sebagian beban pajak per-unit kepada para konsumen, dalam bentuk harga yang lebih tinggi dan output yang lebih kecil. Mengingatkan kembali bahwa di Indonesia undang undang yang mengatur adalah UU no. 5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut
  • Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
  • Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
  • Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
  • Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.Menurut pasal 33 ayat 2 ” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.

 

Praktik Kartel di Indonesia



Kartel adalah kerja sama antara beberapa badan usaha yang memproduksi dan memasarkan barang yang sejenis atau kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi. Sebuah negara tidak akan pernah mampu bersaing dengan negara lain apabila kondisi perekonomiannya dikuasai para pelaku kartel. Kemampuan sindikat mafia dan kartel perdagangan mengatur harga-harga pangan dan komoditas bisnis bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Akan tetapi, menangkap basah pelaku kartel ini ternyata tidak semudah merasakan keberadaannya. Keberadaan pelaku kartel yang melakukan persengkongkolan dalam menetapkan harga komoditas adalah contoh nyata sebuah persaingan yang tidak sehat. Eksistensinya hanya menghambat pertumbuhan perekonomian Indonesia sekaligus mematikan pelaku usaha kecil.

Pada masa lalu saat era Orde Baru, praktik-praktik kartel begitu menguasai perdagangan komoditas di Indonesia, seperti gula, terigu, beras, minyak goreng, dan hampir semua komoditas pangan. Meski kini era sudah berubah, namun praktik-praktik kartel cenderung belum berhenti. Parahnya, dalam konteks perdagangan beras, pemerintah memiliki andil atas ulah para pelaku kartel. Andil pemerintah, antara lain, dengan keluarnya agenda penggantian raskin (beras untuk masyarakat miskin) dengan e-money yang sangat berpengaruh pada tindakan para pelaku usaha.

Kartel pangan muncul akibat kegagalan pemerintah mengembangkan sektor pertanian menjadi industri yang menarik dan berdaya saing serta adanya pengikisan peran Bulog dalam tata niaga pangan di Indonesia. Dengan adanya penguatan kewenangan yang dimiliki KPPU maka praktik-praktik kartelisasi akan berkurang. Selain itu, upaya membongkar kartel juga harus dibarengi pemberian insentif dan pengampunan kepada para pelapor. Alasannya, dalam praktik kartel biasanya ada beberapa pihak yang kecewa akibat tidak mendapat keuntungan yang diharapkan. Celah ini dapat dimanfaatkan untuk mendekati mereka yang kecewa untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam membongkar praktik kartel.

Kesimpulan : Adanya praktik kartel yang terjadi di Indonesia.