PERANCANGAN PENILAIAN KINERJA KARYAWAN BERDASARKAN
KOMPETENSI SPENCER DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
(Studi Kasus di Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kota Probolinggo)
(Studi Kasus di Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kota Probolinggo)
Eko Nurmianto, Nurhadi Siswanto
Program Pascasarjana, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Sanusi Sapuwan
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kota Probolinggo
Tahun dipublikasikan : 1 Juni 2006
BAB I
- Latar Belakang
Selama
ini penilaian prestasi kinerja karyawan di Dinas Pekerjaan Umum Kota
Probolinggo, khususnya Sub Dinas Pengairan belum dilaksanakan secara optimal
terutama dalam menilai kinerja karyawan kontrak. Selama ini penilaian karyawan
honorer hanya ditentukan dari hasil kerjanya, belum ada kriteria penilaian yang
jelas. Sedangkan penilaian kinerja untuk karyawan tetap menggunakan Daftar
Penilaian Pelaksaan Pekerjaan (DP3) yang didalam terdapat 8 (delapan) unsur,
yaitu kejujuran, kesetiaan, ketaatan, prestasi kerja, tanggung jawab,
kerjasama, kepemimpinan dan prakarsa. Namun DP3 tersebut tidak digunakan oleh
instansi Sub Dinas Pengairan dalam menilai kinerja karyawan kontraknya. Oleh
karena itu dalam penelitian ini akan dikembangkan penilaian kinerja karyawan
honorer berdasarkan kompetensi, dimana mampu mengakomodir kinerja karyawan
kontrak. Kompetensi itu sendiri menurut Lyle M. Spencer dan Signe M. Spencer
(1993), disebutkan bahwa kompetensi merupakan bagian dalam dan selamanya ada
pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksikan tingkah laku dan performansi secara luas pada semua
situasi dan job tasks. Adapun faktor-faktor kompetensi menurut Spencer ada 20
faktor kompetensi, dari kedua puluh faktor kompetensi tersebut hanya ada 7
(tujuh) faktor kompetensi yang dibutuhkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dalam
rangka peningkatan produktivitas kinerja, khususnya untuk karyawan kontrak.
Ketujuh kompetensi tersebut adalah disiplin, memimpin, berprestasi, komitmen
pada organisasi, melayani, kerjasama dan proaktif.
Untuk menentukan nilai prioritas
atau bobot dari masing-masing faktor kompetensi diperlukan penilaian dengan
menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Penilaian kinerja yang akan
diusulkan akan dibandingkan dengan Daftar Penilaian Pelaksaan Pekerjaan (DP3)
dari segi skala, kriteria dan manfaat sehingga penelitian yang dihasilkan dapat
digunakan oleh Sub Dinas Pengairan Kota Probolinggo dalam menilai prestasi
kinerja karyawan kontrak. Dengan penilaian kinerja yang tepat, maka
produktivitas kinerja karyawan dapat dinilai dan dihargai sesuai dengan
usahanya. Dengan demikian insentif yang diterima oleh karyawan kontrak sesuai
dengan nilai prestasi kinerjanya.
2. TEORI
Prestasi Kinerja
Menurut Dessler (1997) penilaian prestasi kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kinerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Menurut Handoko (1996) penilaian prestasi kinerja adalah proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan- keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Stoner
et al. (1996) penilaian prestasi kinerja adalah proses yang meliputi: (1)
penetapan standar prestasi kerja; (2) penilaian prestasi kerja aktual karyawan
dalam hubungan dengan standar-standar ini; dan (3) memberi umpan balik kepada
karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan
kemerosotan prestasi kerja.
Sedangkan yang
dimaksud dengan dimensi kerja menurut Gomes (1995: 142) memper- luaskan dimensi
prestasi kerja karyawan yang berdasarkan
- Quantity work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan
- Quality of work; kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya
3. Job knowledge;
luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya.
4. Creativeness; Keaslian gagasan-gagasan yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation; kesetiaan untuk
bekerjasama dengan orang lain
6. Dependability;
kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
7. Initiative; semangat untuk melaksanakan
tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggung
jawabnya.
8. Personal qualities; menyangkut kepribadian,
kepemimpinan, keramah-tamahan, dan
integritas
pribadi.
Menurut
Nurmianto dan Wijaya (2003) tujuan penilaian prestasi kinerja ada 2 (dua)
tujuan pokok, yaitu:
1. Untuk tujuan administrasi personalia
a. Menjadi
dasar pembuatan keputusan manajemen mengenai promosi, mutasi, demosi dan pemberhentian
pegawai.
b. Menjadi dasar dalam
pemberian balas jasa.
c.
Menjadi dasar dalam menetapkan program pendidikan dan pelatihan guna mendukung efektivitas
unit unit kerja organisasi.
d. Menjadi dasar
penetapan criteria criteria untuk seleksi dan penetapan pegawai.
e. Memberikan
data mengenai produktivitas organisasi secara keseluruhan atau unit unit kerja
dan individu individu pegawai khususnya.
2. Untuk
tujuan bimbingan dan konseling
a. Merupakan forum pembimbingan dan
konseling antara atasan dan bawahannya untuk
memperbaiki atau mengembangkan kecakapan
pegawai.
b.
Mengidentifikasikan kelebihan atau kekurangan pegawai yang menjadi salah
satu dasar pertimbangan dalam melibatkan
pegawai pada program pelatihan dan
pengembangan pegawai.
c. Sebagai alat untuk meningkatkan
motivasi kerja pegawai sehingga dapat dicapai kinerja
yang baik dalam rangka pencapaian tujuan
unit kerja dan organisasi.
d. Sebagai alat untuk mendorong atau
membiasakan para atasan atau pejabat penilai
mengamati perilaku kerja pegawai sebagai
totalitas hingga diketahui minatminat
kemampuan kemampuan, serta kebutuhan
pegawai.
BAB III
3.
Metodologi
Penelitian
Pada
tahap ini dilakukan pengumpulan data perancangan sistem penilaian kinerja
karyawan meliputi penentuan kompetensi umum untuk sistem penilaian kinerja karyawan,
penentuan model pembobotan kompetensi, penentuan penilai dan metode penilaian
serta penyebaran dan pengumpulan kuisioner.
Selanjutnya
Penentuan Kompetensi untuk Sistem Penilaian Kinerja Karyawan menggunakan
dimensi-dimensi evaluasi yang menekankan pengukuran kinerja yang didasarkan
atas kompetensi Spencer yang dibandingkan dengan Competencies for Executive
Leadership Development (Departemen Permukiman dan PrasaranaWilayah) dan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), dimana faktor kompetensi ini berkaitan
langsung dengan kondisi yang ada di instansi PU Kota Probolinggo sehingga mampu
untuk mengakomodasi kemampuan karyawan yang sebenarnya. Kompetensi yang
digunakan disini adalah karakteristik personal yang berkaitan erat dengan
kinerja seseorang ditempat kerja.
Setelah
itu Penentuan Model Pembobotan Kompetensi. Pada langkah ini ditentukan
bagaimana pembobotan dilakukan pada kriteria kompetensi. Penentuan yang penting
disini yaitu apakah setiap karyawan kontrak akan memiliki model pembobotan yang
tersendiri atau sama.
Penentuan
Penilai dan Metode Penilaian. Pada langkah ini ditentukan siapa yang akan
melakukan penilaian. Penilai adalah mereka yang dianggap ahli dan memahami mengenai
jabatan-jabatan yang diteliti (Rais dan Soembodo, 1997). Jika penilaian dilakukan
lebih dari satu orang maka ditentukan juga bagaimana metode penentuannya. Dalam
hal ini pilihannya yaitu berupa konsensus atau penilaian secara terpisah
Penyebaran
dan Pengumpulan Kuisioner. Kuisioner yang berisi pembobotan tersebut disebarkan
kepada responden sesuai dengan yang ditentukan dan kemudian dikumpulkan kembali
untuk diolah.
Menentukan
bobot kriteria kompetensi. Dilakukan untuk menghasilkan bobot masing- masing
kriteria kompetensi. Pengolahan dengan AHP (Analyitical Hierarchy Process)
menggunakan software Expert Choice.
Menguji
konsistensi. Pengujian dilakukan dengan mencari nilai rasio inkonsistensi untuk
setiap responden. Pengujian dilakukan jika tim penilai lebih dari satu orang
dengan metode ter- pisah. Pengujian ini dilakukan terhadap criteria kompetensi
Spencer yang telah ditentukan. Jika nilai rasio inkonsistensi kurang atau sama
dengan 0.1 berarti penilaian dapat dipertanggung- jawabkan.
BAB IV
4. HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a.
Pengolahan
Data denganSoftware ExpertChoice
Penilaian prestasi kinerja karyawan yang selama ini dilakukan, ternyata pelaksanaannya belum secara maksimal dan tidak ada standaryang baku dan konsisten. DP3 adalah criteria
penilaian kinerja
karyawan yang digunakan selama ini. Beberapa criteria DP3 menunjukkan adanya kesamaan dan tidak cocok untuk digunakan menilai prestasi kinerja karyawan secara keseluruhan.
b. Perancangan sistem penilaian kinerja karyawan
c.
Perhitungan Insentif
Dari nilai prestasi tersebut kemudian
dihitung insentif yang diterimanya. Perhitungan insentif didasarkan atas
perhitungan laba. dapun dana anggaran yang ada di Sub Dinas Pengairan sebesar
Rp 10.000.000,-. Oleh karena itu kedua karyawan kontrak tersebut menerima
insentif sebesar:
1. Karyawan kontrak 1 memiliki nilai prestasi
kinerja 2.709. Sedangkan dana insentif yang ada adalah Rp 10.000.000,-
Maka besarnya insentif yang akan diterima karyawan 1 adalah: % kenaikan
nilai prestasi kerja : ((2.709-2.5)/(2.5)) x 100%= 8.36% Misalkan total
persentase kenaikan nilai prestasi kerja seluruh karyawan adalah 1000%.
Insentif yang akan diterima karyawan kontrak 1 pada tahun ini adalah =
(8.36%/1000%) X Rp 10.000.000,- = Rp 83.600 ,-
2.
Karyawan kontrak 2 memiliki nilai prestasi kinerja 2.976. Sedangkan dana insentif
yang ada adalah Rp 10.000.000,- Maka besarnya insentif yang akan diterima
karyawan 2 adalah:
%
kenaikan nilai prestasi kerja : ((2.976-2.5)/(2.5)) x 100%= 19% Misalkan
total persentase kenaikan nilai prestasi kerja seluruh karyawan adalah 1000%.
Insentif yang akan diterima karyawan kontrak 2 pada tahun ini adalah =
(19%/1000%) X Rp 10.000.000,- = Rp 190.000 ,-
PEMBAHASAN
1.
Kriteria
Penilaian Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil pengolahan Software
Expert Choice terhadap kriteria penilaian,khususnya untuk karyawan kontrak
terlihat bahwa kemampuan teknis mempunyai bobot
terbesar, yaitu 0.800. Ini berarti seorang karyawan kontrak harus
memiliki kemampuan teknis yang besar untuk melaksanakan pekerjaannya.
Sedangkan pada kriteria
kompetensi untuk kelompok teknis, kriteria yang
mempunyai bobot terbesar adalah kriteria
kompetensi disiplin sebesar 0.318. Hal tersebut dikarenakan, setiap karyawan
kontrak dituntut untuk selalu melaksanakan aturan dan melaksanakan tugas tepat
pada waktunya.
Untuk
kriteria kompetensi kelompok manajerial, kedua kriterianya mempunyai bobot yang
sama besar yaitu 0.500. Hal ini dikarenakan, karyawan kontrak terletak pada low
manajemen. Sehingga kemampuan manajerial yang dimilikinya bukan merupakan
tuntutan utama.
2. Perbandingan Sistem Penilaian
Kinerja Karyawan
Selama ini sistem penilaian kinerja karyawan dengan DP3 belum digunakan secara
maksimal dalam menilai kinerja karyawan. Dan dilihat dari kriteria penilaian
yang ada di dalamnya, skala yang digunakan memiliki kelemahan, kemudahan
pemakaian sistem penilaian tersebut, dan manfaat yang dapat dirasakan dari
sistem penilaian tersebut. Untuk dimensi penilaiannya belum mampu untuk
menangkap kemampuan teknis secara tepat. Selain itu bobot setiap kriteria sama,
sehingga tidak dapat diketahui dimenis manakah yang paling sensitif terhadap
penilaian. Untuk skala penilaian yang menggunakan range 1 –100, akan membuat
penilai kesulitan memberikan penilaian secara obyektif. Sedangkan
penilaian yang diusulkan terdapat perbedaan, baik pada skala maupun kriteria
penilaiannya. Kriteria penilaian sudah mempunyai bobot dan skala penilaian yang
digunakan 1-5, yang tentunya akan memudahkan penilaian. Dari segi kemudahan
metode usulan atau metode Spencer lebih mudah digunakan karena format penilaian
yang diusulkan sudah terdapat nilai bobot dan cara pengisiannya mudah dan dari
aspek legalitas metode usulan dapat disahkan atau dilegalkan dengan SK Walikota
dan ini sangat membantu dalam penerapan metode usulan.
Dari hasil kuesioner mengenai
perbandingan penilaian, didapatkan hasil metode penilain kompetensi Spencer
mempunyai bobot lebih besar dibandingkan dengan DP3, yaitu sebesar 0.672
sedangkan DP3 bobotnya sebesar 0.328. Dari bobot tersebut dapat dikatakan
metode penilaian kinerja kompetensi Spencer lebih baik daripada DP3.
Sedangkan pada grafik sensitivitas,
ditunjukkan bahwa dimensi merupakan faktor yang sensitif terhadap kedua metode
penilaian, dengan bobot sebesar 0.344. Sedangkan kemudahan bobotnya sebesar
0.202, legalitas bobotnya sebesar 0.170, manfaat bobotnya sebesar 0.157 dan
skala sebesar 0.127. Hal ini dikarenakan untuk mampu menangkap kinerja
sebenarnya diperlukan dimensi penilaian yang menggambarkan kondisi instansi dan
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Adapun metode penilaian kinerja
karyawan Spencer dapat diterapkan, karena untuk menilai prestasi seorang
karyawan kontrak dapat ditetapkan dengan SK Walikota. Sehingga untuk penerapan
format penilaian dapat dilakukan dengan melihat beberapa keuntungan yang ada.
3
Pemberian insentif
Dengan pemberian insentif yang sesuai dengan prestasi kinerja karyawan akan
mampu meningkatkan motivasi karyawan. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi nilai
prestasi maka insentif yang diterima semakin besar.
Dari nilai prestasi kedua karyawan kontrak tersebut jika dihitung insentif yang
diterimanya dalam setahun adalah sebagai berikut:
1.
Karyawan
kontrak 1 memiliki nilai prestasi kinerja 2.709. Sedangkan dana insentif yang
ada adalah Rp 10.000.000,- Maka besarnya insentif yang
akan diterima karyawan 1 adalah: % kenaikan nilai prestasi kerja :
((2.709-2.5)/(2.5)) x 100%= 8.36% Misalkan total persentase kenaikan nilai
prestasi kerja seluruh karyawan adalah 1000%. Insentif yang akan diterima karyawan
kontrak 1 pada tahun ini adalah = (8.36%/1000%) X Rp 10.000.000,- = Rp 83.600,-
2. Karyawan
kontrak 2 memiliki nilai prestasi kinerja 2.976. Sedangkan dana insentif yang
ada adalah Rp 10.000.000,- Maka besarnya insentif yang akan diterima
karyawan 2 adalah: % kenaikan nilai prestasi kerja : ((2.976-2.5)/(2.5)) x
100%= 19% Misalkan total persentase kenaikan nilai prestasi kerja seluruh
karyawan adalah 1000%. Insentif yang akan diterima karyawan kontrak 2 pada
tahun ini adalah = (91%/1000%) X Rp 10.000.000,- = Rp 190.000 ,- Hal tersebut
menunjukkan semakin tinggi nilai prestasi kinerjanya, maka karyawan akan
memperoleh insentif yang semakin besar. Dan ini akan membantu Sub Dinas
Pengairan dalam pemberian insentif ataupun peningkatan motivasi kinerja karyawan
kontrak.
BAB V
KESIMPULAN
1. Format penilaian kinerja karyawan
kontrak dengan mempertimbangkan 2 (dua) hal:
a. kompetensi utama yang terdiri dari kemampuan teknis
(0.800) dan manajerial (0.200) dan
b. kriteria kompetensi yang terdiri atas disiplin (0.318), melayani
(0.289), berprestasi (0.151), proaktif
(0.140), komitmen pada organisasi (0.102), memimpin (0.500) dan kerjasama (0.500) dapat mencerminkan prestasi kinerja
karyawan yang sebenarnya.
2. Dimensi adalah faktor yang
paling sensitif terhadap metode penilaian dengan bobot sebesar (0.344).
3. Metode usulan yaitu metode Spencer merupakan metode penilaian yang
terbaik, dengan bobot sebesar 0.672
4. Sistem Insentif dengan pembagian laba, dengan berdasarkan atas Nilai
Prestasi Kinerja Karyawan akan mencerminkan insentif yang sesungguhnya sehingga
ketidaktepatan pemberian insentif dapat dikurangi.
5. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan untuk Sub Dinas lainnya
dalam lingkup Dinas Pekerjaan Umum
Kota, guna peningkatan prestasi kinerja karyawan serta pemanfaatan keuntungan
secara tepat dan bijaksana
6. Penilaian prestasi kinerja sebaiknya menggunakan kriteria penilaian
yang mencerminkan kondisi kerja dan diberikan bobot yang tepat agar mampu untuk
memotivasi produktivitas karyawan.
DAFTAR
PUSTAKA
Brodjonegoro, Bambang PS., 1992, AHP.PAU-Studi Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Dessler, Gary, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke-7, Alih bahasa, Jilid 1
& Jilid 2,
Prenhallindo,
Jakarta.
Gomes,
Faustino Cardoso, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta.
Handoko,
Hani, 1996, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta.
Nurmianto, Eko, 2002, “Pengaruh Kemampuan, Motivasi Dan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Karyawan”, Proceedings
Seminar Nasional Pasca Sarjana, Kampus ITS, 4September
2002, Surabaya.
Nurmianto, Eko dan Terbit Satrio, P, 2002, “Pengaruh Faktor-Faktor Kompetensi Terhadap Peningkatan Prestasi Kerja Karyawan”, Proceedings Seminar Nasional, Akademi Manajemen Indonesia,
Hotel Sahid, 19 Oktober 2002, Surabaya.
Nurmianto, Eko dan Wijaya, Fajar Hengki, 2003, “Evaluasi Jabatan Dan Perancangan Sistem Penilaian Kinerja Karyawan (SPKK) Berbasis Kompetensi Di PT Pelindo III Cabang Surabaya (Studi Kasus Di Divisi Terminal Nilam Dan Berlian)”, Proceedings
Seminar Nasional, TIMP 3, Hotel Novotel, 23Juli 2003, Surabaya.
Rais, Soenyoto dan Soembodo, Beny, 1997, Analisis Jabatan untuk Meningkatkan Efektifitas Kerja. Airlangga University Press. Surabaya.
Saaty, T.L.,
1993, ”Decision Making for Leader”. The Analytical Hierarchy Processfor Decision in Complex World, Prentice Hall Coy: Ltd, Pittsburgh.
Spencer, M. Lely & Signe, 1993,
Competence
At Work, Models for Superior
Performance ,John Wiley
& Sons Inc.
Stoner, James A.F., Freeman Edward and Daniel Gilbert, 1996, Manajemen. Alih Bahasa. Jilid 1
& Jilid
2, Simon & Schuster (Asia
Pte. Ltd.), Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar